Netraworld, Jakarta – Paus Leo XIV secara resmi memulai masa kepemimpinannya sebagai paus ke-267 Gereja Katolik Roma dan pemimpin tertinggi Kota Vatikan. Ia menyerukan persatuan umat dan menegaskan akan melanjutkan warisan Paus Fransiskus.
Dilansir dari Reuters, Minggu (18/5/2025), pelantikan berlangsung dalam Misa terbuka di Lapangan Santo Petrus, dihadiri puluhan ribu umat. Prosesi dimulai dengan perjalanan perdana Leo menggunakan mobil paus terbuka, menyapa massa yang antusias meneriakkan “Viva il Papa” dan “Papa Leone”.
Leo XIV lahir di Chicago, Amerika Serikat, dan memiliki kewarganegaraan ganda Amerika-Peru. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai misionaris di Peru. Hal ini membuat warga dari kedua negara mengklaimnya sebagai paus pertama asal mereka, sambil mengibarkan bendera nasional masing-masing.
Upacara ini juga dihadiri sejumlah kepala negara dan pejabat tinggi dunia, termasuk Presiden Peru, Israel, Nigeria, serta Perdana Menteri Italia, Kanada, dan Australia. Hadir pula Kanselir Jerman Friedrich Merz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Wakil Presiden AS JD Vance, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Sebelum upacara dimulai, Vance dan Zelensky sempat berjabat tangan singkat. Keduanya terakhir kali bertemu Februari lalu dalam pertemuan sengit di Gedung Putih.
Sejumlah bangsawan Eropa duduk di barisan VIP dekat altar utama, termasuk Raja Felipe dan Ratu Letizia dari Spanyol.
Dalam prosesi simbolis, Paus Leo menerima pallium—selempang wol domba yang melambangkan tugas pastoralnya—serta cincin nelayan yang menjadi lambang kelanjutan dari Santo Petrus. Cincin emas ini dibuat khusus untuk setiap paus dan akan dihancurkan saat masa jabatannya berakhir.
Dalam khotbahnya yang disampaikan dalam bahasa Italia, Leo XIV menyatakan komitmennya untuk melanjutkan semangat kepemimpinan Paus Fransiskus dalam isu sosial seperti perlindungan lingkungan dan penanggulangan kemiskinan.
Ia juga menyampaikan tekadnya menghadapi tantangan Gereja masa kini dengan semangat persatuan. “Saya menjalankan misi ini dengan takut dan gentar,” katanya. Dalam pidatonya, kata “persatuan” atau “bersatu” disebut tujuh kali, dan “harmoni” sebanyak empat kali.
“Ini bukan masalah menangkap orang lain dengan paksa, dengan propaganda agama atau dengan cara kekuasaan. Sebaliknya, ini selalu dan hanya masalah mencintai, seperti yang Yesus lakukan,” ujarnya, merujuk pada perpecahan antara kelompok Katolik konservatif dan progresif.
“Saudara-saudari, saya ingin agar keinginan besar pertama kita adalah Gereja yang bersatu, tanda persatuan dan persekutuan, yang menjadi ragi bagi dunia yang berdamai,” katanya.
Masa kepausan Paus Fransiskus sebelumnya meninggalkan ketegangan internal, dengan sebagian kaum konservatif mengkritiknya karena dinilai tidak konsisten dalam isu moral seperti pernikahan sesama jenis serta kepemimpinan yang dianggap terlalu sepihak. Paus Leo tampaknya berusaha menjembatani perbedaan itu sejak hari pertama jabatannya.