Netra, Jakarta – Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak dagang di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun anggaran 2018 dan 2019 mulai menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (29/4/2025). Mereka adalah Bambang Widianto, kuasa direksi PT Piramida Dimensi Milenia, dan Mashur, pelaksana lapangan dari perusahaan yang sama pada 2018 serta PT Dian Pratama Persada pada 2019.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut perbuatan keduanya menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 61,5 miliar.
“Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 61.538.653.300,” kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Rincian kerugian itu meliputi Rp 39,4 miliar berdasarkan hasil audit investigatif BPK terkait pengadaan bantuan gerobak di lingkungan Sekretariat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag pada 2018, yang dilaksanakan di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sementara Rp 22,1 miliar lainnya berasal dari pengadaan tahun anggaran 2019 di Direktorat Penggunaan dan Pemasaran Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemendag.
Jaksa menyebut Bambang dan Mashur tidak bekerja sendiri. Mereka diduga terlibat bersama sejumlah pihak lain, termasuk Didi Kusuma (pelaksana lapangan), Putu Indra Wijaya (Kabag Keuangan Setditjen P3DN), Bunaya Priambudi (Kasubbag TU sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen), Yusmito (Ketua Pokja II pengadaan 2019), dan Beni Susanto (kuasa direksi PT Dian Pratama Persada).
Perbuatan mereka disebut memperkaya diri sendiri dan orang lain. Bambang diduga memperoleh Rp 10,6 miliar, Putu sebesar Rp 17,1 miliar, Bunaya Rp 1,9 miliar, Mashur Rp 1,2 miliar, Didi Rp 200 juta, serta sejumlah nama lainnya yang turut menerima aliran dana dengan nilai bervariasi.
Kronologi Perkara
Menurut jaksa, Bambang, Mashur, dan Didi bertemu dengan Putu dan Bunaya untuk meminta informasi seputar proyek pengadaan gerobak dagang tahun 2018 dan 2019. Mereka juga meminta agar pekerjaan tersebut diberikan kepada mereka, dengan imbalan uang operasional Rp 835 juta untuk Putu dan fee 7 persen dari nilai kontrak untuk Bunaya.
Ketiganya lantas sepakat menggunakan PT Piramida Dimensi Milenia, meskipun mengetahui perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat administrasi seperti kepemilikan workshop, peralatan, dan izin industri. Jaksa menyebut mereka menerima dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan spesifikasi teknis dari Putu dan Bunaya guna memuluskan proses lelang.
“Sehingga perusahaan yang digunakan tersebut dapat ditetapkan sebagai pemenang lelang, dan ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan,” ujar jaksa.
Bambang, Mashur, dan Didi juga disebut meminta Putu dan Bunaya untuk memengaruhi panitia kerja agar memenangkan perusahaan yang mereka gunakan. Mereka tetap menandatangani kontrak meski mengetahui PT Piramida tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan proyek tersebut.
“Terdakwa Bambang Widianto, Mashur, Didi Kusuma, Putu Indra Wijaya dan Bunaya Priambudi telah mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama kepada pihak lain,” imbuh jaksa.
Tindak Pidana Pencucian Uang
Jaksa turut mendakwa Bambang dan Mashur melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bambang diduga mencuci uang senilai Rp 44,5 miliar yang berasal dari pembayaran proyek tahun 2018 ke rekening PT Piramida Dimensi Milenia.
“Setiap orang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan berupa uang sebesar Rp 44.502.300.000 dari pembayaran kegiatan pengadaan gerobak tahun 2018,” jelas jaksa.
Rekening perusahaan tersebut dikuasai Bambang, lalu dipindahbukukan ke rekening pribadinya dan kemudian ke rekening istrinya, Riana Dewi Fitrianti. Untuk proyek tahun 2019, Bambang juga disebut menarik dana Rp 22,1 miliar dari rekening PT Dian Pratama Persada. Sementara Mashur didakwa mencuci uang sebesar Rp 1,23 miliar dari hasil pelaksanaan proyek yang sama.