Netra, Jakarta – Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode 2001-2004, Abdullah Mahmud Hendropriyono buka suara terkait usulan penggantian Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden (Wapres) oleh Forum Purnawirawan TNI. Ia menyebut pernyataan ini adalah bentuk aspirasi mengingat negara ini bebas berpendapat.
“Katanya negeri bebas (berpendapat), jadi mereka menyampaikan aspirasinya boleh dong,” ujar Hendropriyono saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2025).
Lebih lanjut, menurut Hendropriyono usulan tersebut bebas untuk diterima atau tidak. Ia menambahkan, Forum Purnawirawan TNI hanya menyampaikan aspirasi.
“Soal itu benar atau tidaknya, itu kan terserah masyarakat bangsa Indonesia, boleh saja menyampaikan aspirasi,” tuturnya.
Hendropriyono menuturkan, pernyataan atau usulan Forum Purnawirawan TNI tersebut sudah terukur dan tidak keluar dari bingkai ideologi Pancasila.
Sebagai informasi, Forum Purnawirawan TNI telah mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Selain itu, forum ini meminta reshuffle kabinet terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam kasus korupsi.
Berdasarkan hasil forum tersebut, juga menuntut adanya tindakan tegas terhadap aparat negara yang dianggap masih loyal kepada Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Para Purnawirawan menganggap hal ini menjadi perhatian publik secara luas.
Sementara itu, menurut Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn), Wiranto menyebut Presiden Prabowo tentu memahami delapan tuntutan yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI.
Kendati demikian, kata Wiranto, Prabowo tidak bisa serta-merta menjawab langsung sejumlah tuntutan. Menurut Wiranto, Prabowo perlu mempelajarinya terlebih dahulu.
“Karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025.
Selain itu, Wiranto juga menuturkan Prabowo tidak bisa merespons permintaan Forum Purnawirawan karena di luar kekuasaannya sebagai presiden.
Wiranto mengingatkan negara ini menganut sistem Trias Politika yang memisahkan lembaga Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif. Sistem itu yang membuat kekuasaan presiden terbatas.