Netra, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai sekitar Rp 5,5 miliar dari rumah milik hakim Ali Muhtarom, tersangka kasus dugaan suap dalam vonis lepas perkara korupsi minyak goreng. Uang tunai tersebut terdiri atas 36 gepok pecahan USD 100 atau total 3.600 lembar dolar Amerika Serikat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan uang itu ditemukan saat tim penyidik menggeledah rumah Ali di Jepara, Jawa Tengah, pada Minggu, 13 April 2025. Penggeledahan dilakukan bertepatan dengan penetapan Ali sebagai tersangka.
“Itu per tanggal 13 April 2025 dan dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing USD 100,” ujar Harli kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2025).
“Jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp 5,5 M, silakan dihitung kalau penyetaraannya,” imbuhnya.
Harli menjelaskan uang sitaan tersebut telah dititipkan penyidik ke rekening persepsi di Bank BRI. Ia menegaskan bahwa proses penyidikan masih berlanjut.
“Terkait dengan itu perlu juga saya sampaikan bahwa penyidik sudah menyetortitipkan hasil sitaan tersebut di rekening penitipan lainnya di Bank BRI,” ucapnya.
Dilihat dari video yang beredar, uang tunai itu ditemukan tersimpan dalam koper yang dibungkus karung goni putih dan disembunyikan di bawah kasur di salah satu kamar rumah Ali.
Saat ditanya apakah uang tersebut sengaja disembunyikan, Harli menyatakan hal itu masih dalam pendalaman.
“Mungkin kan disimpan di sana. Tapi karena yang bersangkutan kan sudah di sini (di Kejagung) kan waktu itu, yang di sana (di Jepara) ada kan keluarga. Nah, bisa saja yang mengetahui itu kan yang bersangkutan,” jelasnya.
Asal-usul uang dolar tersebut juga masih ditelusuri. Belum dipastikan apakah uang tersebut merupakan bagian dari suap dalam perkara vonis lepas kasus ekspor minyak goreng.
“Ya itu yang terus didalami. Kalaupun itu yang kita bilang bahwa terhadap semua perampasan aset-aset ini kan dalam rangka bagaimana pemulihan terhadap kerugian dalam perkara ini setidaknya dikaitkan dengan apakah itu merupakan alat atau hasil kejahatan,” ungkap Harli.
“Apakah itu merupakan aliran itu yang belum digunakan atau memang itu dari ya simpanan mungkin dari yang lain kan kita belum tahu ya,” imbuhnya.
Ali Muhtarom diketahui merupakan satu dari delapan tersangka dalam perkara suap vonis lepas terhadap terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Ia diduga menerima uang sekitar Rp 5 miliar bersama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto, yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Arif disebut sebagai pihak yang meminta suap sebesar Rp 60 miliar untuk mengatur vonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi. Uang tersebut kemudian didistribusikan kepada majelis hakim yang menangani perkara.
Dalam sidang tersebut, Ali duduk sebagai anggota majelis hakim bersama Agam Syarif Baharudin, sedangkan posisi ketua majelis dipegang oleh Djuyamto. Ketiganya disebut mengetahui tujuan pemberian uang, yakni agar terdakwa dijatuhi putusan lepas.
Berikut daftar delapan tersangka dalam kasus ini:
- Muhammad Arif Nuryanto (Ketua PN Jakarta Selatan)
- Djuyamto (Ketua majelis hakim)
- Agam Syarif Baharudin (Anggota majelis hakim)
- Ali Muhtarom (Anggota majelis hakim)
- Wahyu Gunawan (Panitera)
- Marcella Santoso (Pengacara)
- Ariyanto Bakri (Pengacara)
- Muhammad Syafei (Head of Social Security and License Wilmar Group)