Netra, Jakarta – Tim penyidik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah hakim Ali Muhtarom, tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi minyak goreng di Jepara, Jawa Tengah. Dalam penggeledahan itu, jaksa menemukan sebuah koper berisi uang yang disembunyikan di bawah tempat tidur.
Dalam video yang diperoleh Netra, Rabu (23/4/2025), terlihat tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejagung memasuki sebuah kamar di rumah Ali. Mereka didampingi oleh seorang perempuan selama proses penggeledahan berlangsung.
Perempuan tersebut tampak membantu mencari barang di kolong tempat tidur. Ia kemudian menarik keluar sebuah kardus dari bawah ranjang. Di dalam kardus itu, terdapat karung yang berisi koper hitam. Saat koper dibuka, penyidik menemukan dua bungkus uang tunai.
“Udah dapat, udah,” ujar salah satu petugas dalam video tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar membenarkan temuan itu. Ia mengatakan Kejagung akan memberikan penjelasan lebih rinci dalam waktu dekat.
“Iya,” kata Harli saat dikonfirmasi soal temuan uang senilai Rp 5,5 miliar dalam pecahan dolar AS di rumah Ali Muhtarom.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan vonis lepas tiga korporasi dalam perkara minyak goreng. Para tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera, dan tiga pihak lain yang terlibat. Berikut daftar nama mereka:
- Muhammad Arif Nuryanto (MAN) – Ketua PN Jakarta Selatan
- Djuyamto (DJU) – Ketua majelis hakim
- Agam Syarif Baharudin (ASB) – Anggota majelis hakim
- Ali Muhtarom (AM) – Anggota majelis hakim
- Wahyu Gunawan (WG) – Panitera
- Marcella Santoso (MS) – Pengacara
- Ariyanto Bakri (AR) – Pengacara
- Muhammad Syafei (MSY) – Bagian legal di Wilmar Group
Kasus ini bermula dari sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap tiga perusahaan—PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group—yang didakwa dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng. Ketiga korporasi menunjuk Marcella dan Ariyanto sebagai kuasa hukum.
Majelis hakim yang diketuai Djuyamto dan beranggotakan Agam serta Ali menjatuhkan vonis ontslag atau lepas, yang menyatakan bahwa perbuatan ketiga perusahaan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Penelusuran Kejagung kemudian mengarah pada dugaan suap di balik putusan tersebut.
Muhammad Arif Nuryanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan, diketahui sebelumnya merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Dalam kapasitasnya itu, ia memiliki kewenangan untuk menunjuk hakim yang menangani perkara.
Kejagung menduga ada kerja sama terselubung antara pihak pengacara dengan Arif. Uang suap sebesar Rp 60 miliar diduga mengalir kepada Arif, yang kemudian sebagian diteruskan kepada tiga hakim. Sementara Wahyu Gunawan disebut sebagai perantara dalam proses suap-menyuap itu.