Netra, Jakarta – Anies Baswedan menanggapi revisi Undang-Undang (UU) TNI yang belakangan menuai perdebatan di masyarakat. Ia menilai perubahan regulasi tersebut memunculkan banyak pertanyaan mengenai dampaknya terhadap profesionalitas TNI dan sistem demokrasi di Indonesia.
“Revisi UU TNI yang baru disahkan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini benar-benar membawa perbaikan atau malah membuka ruang bagi tantangan baru? Ini adalah tentang menjaga profesionalitas TNI dan kemurnian demokrasi,” tulis Anies dalam unggahannya di akun X, Minggu (23/3/25).
Lebih lanjut, Anies mengingatkan agar revisi itu tidak justru membebani TNI dengan tugas-tugas baru yang dapat mengalihkan fokus utamanya. Ia juga menilai proses rivisi berlangsung sangat cepat.
“Jangan sampai revisi ini justru membebani TNI dengan tugas-tugas baru yang bisa mengalihkan dari fokus utamanya. Salah satu yang jadi perhatian, proses revisi ini berjalan sangat cepat. Publik sulit mengakses draf finalnya, forum diskusi pun minim. Kalau kebijakan dibuat terburu-buru, bagaimana memastikan hasilnya benar-benar baik bagi negara dan utamanya bagi TNI sendiri?” ujarnya.
Selain itu, Anies mempertanyakan mekanisme pengamanan dalam revisi UU TNI agar perubahan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak di luar tujuan awalnya. Ia kemudian menyinggung persoalan meritokrasi di dalam tubuh TNI.
“Jika revisi ini bertujuan memperkuat TNI, kita harus pastikan ada rambu hukum yang jelas. Apa mekanisme pengamannya? Bagaimana memastikan bahwa perubahan ini tidak akan membawa dampak di luar niat awal pembuat kebijakan? Selain itu, apakah revisi ini menyelesaikan masalah di internal TNI? Salah satu tantangan besar di TNI adalah meritokrasi dalam jenjang karier. Kita ingin tentara-tentara terbaik mendapat promosi karena prestasi, bukan karena faktor non meritokratik,” kata Anies.
Ia menegaskan bahwa rakyat ingin melihat TNI yang semakin profesional, kuat, serta dihormati baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. Karena itu, ia menekankan pentingnya mengawal kebijakan ini dengan cermat.
“Kita semua ingin melihat TNI yang makin profesional, kuat, dan dihormati, baik di dalam negeri maupun internasional. Seluruh rakyat mencintai TNI yang profesional dan berpihak pada rakyat. Maka justru karena itu, kebijakan ini harus dikawal dengan hati-hati,” tambahnya.
Anies lalu mengutip pesan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang menegaskan prajurit tidak boleh terlibat dalam politik. Menurutnya, prinsip ini harus tetap dijaga.
“Bung Karno pernah bicara, Angkatan perang jangan masuk dan terlibat politik. Jenderal Soedirman, seberapa pun tak setuju dengan keputusan pemerintah, selalu mendukung kewenangan pemerintah yang sah dan berfokus pada penguatan kemampuan utama TNI. Ini adalah warisan yang harus kita jaga,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anies menekankan revisi UU TNI seharusnya melibatkan partisipasi publik secara luas. Ia menuturkan keterlibatan masyarakat dalam membahas kebijakan sebesar ini sangat penting.
“Maka, keputusan sebesar ini perlu kehati-hatian. Bukalah ruang diskusi yang lebih luas, saksama, dan partisipatif. Mari diskusikan bersama rakyat, di kampus, di pasar, di warkop. Karena TNI adalah milik rakyat dan bagian dari rakyat. Biarkan rakyat di mana-mana boleh ikut membahas,” katanya.
Anies pun menutup pernyataannya dengan menegaskan tujuan utama dari revisi ini haruslah untuk memperkuat TNI, menjadikannya lebih profesional, serta memastikan Indonesia tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan dan demokrasi.
“Semua ini perlu kita lakukan demi TNI yang lebih kuat, lebih profesional, makin dihormati dan makin dicintai. Dan semua ini demi Indonesia yang lebih kuat, lebih stabil, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan demokrasi,” pungkasnya.