Netra, Jakarta – Revisi Undang-Undang (RUU) TNI akan dibawa ke rapat paripurna DPR-RI hari ini (20/3). Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar proses pembahasa RUU TNI dapat diperpanjang.
Sebelumnya diberitakan jadwal rapat paripurna untuk membahas dan mengesahkan RUU TNI akan digelar hari ini disampaikan oleh wakil Ketua Komisi I Dave Laksono. Ia menyebut RUU TNI telah diputuskan pada pembahasan tahap I.
“Hasil rapat kemarin, itu sudah diputuskan di tahap I, jadi RUU TNI sudah rampung, tinggal dibawa di tahap II yaitu akan dibacakan di paripurna, yang Insya Allah dijadwalkan besok (20/3),” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/3).
Dave menuturkan polemik pro dan kontra dalam pembahasan RUU TNI merupakan hal yang lumrah. Namun menurutnya kritik dan kekhawatiran publik soal RUU TNI ini sudah terjawab.
“Kalau polemik pro kontra sih itu hal yang lumrah, akan tetapi sebenarnya semuanya sudah terbantahkan,” ujar Dave.
“Kenapa? Karena hal-hal yang berkaitan tentang kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi, karena hal-hal yang katakan pemberangusan supremasi sipil itu tidak ada,” imbuhnya.
Komnas HAM Minta Pembahasan RUU TNI Diperpanjang
Sementara itu, Ketua Komnas Ham Atnike Nova Sigiro menyebut proses pembahasan RUU TNI kurang transparan. Ia bahkan menyebut hal ini bertenrangan dengan prinsip peraturan pembenrukan perundang-undangan yang demokratis.
“Sebenarnya di dalam kajian kami juga sudah kami sampaikan bahwa proses revisi Undang-Undang TNI ini kami menilai adanya kurang transparansi ya,” ujar Atnike dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/3).
“Yang bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan berbasis HAM, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” lanjutnya.
Atas dasar itu, Atnike meminta proses pembahasan RUU TNI diperpanjang. Alasannya agar aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut.
“Menurut kami memang seharusnya proses pembahasan ini diperpanjang, sehingga apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut,” tutur Atnike.
“Komnas HAM sudah memberikan catatan bahwa akan ada risiko-risiko dari perluasan jabatan sipil bagi militer. Dapat risiko juga terhadap persoalan-persoalan Hak Asasi Manusia,” pungkasnya.