Netra, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Ketua DPR, Setya Novanto, terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Vonis pidana terhadap Novanto yang semula 15 tahun penjara kini dipangkas menjadi 12 tahun 6 bulan.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan,” demikian tertulis dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 seperti dilihat di situs resmi MA, Rabu (2/7/2025).
Selain pidana badan, Novanto tetap dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar USD 7,3 juta, dikurangi Rp 5 miliar yang telah lebih dahulu diserahkan ke penyidik KPK.
“UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara,” ujar hakim dalam putusan tersebut.
Tak hanya itu, Novanto juga dikenai sanksi tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik. Hak tersebut dicabut selama 2 tahun 6 bulan, dan berlaku setelah ia selesai menjalani masa pidananya.
“Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki dalam jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” demikian bunyi putusan yang diketok oleh majelis hakim yang diketuai Surya Jaya, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono, pada 4 Juni 2025.
Pada 2018 lalu, Setya Novanto dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi e-KTP dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga diperintahkan membayar uang pengganti senilai USD 7,3 juta dan dijatuhi pencabutan hak jabatan publik selama 5 tahun usai menjalani masa pidana.