Netra, Jakarta – Ucapan Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono tengah menjadi sorotan tajam. Dalam kunjungannya ke SD Swasta Kresna, Cililitan, Jakarta Timur, pada Rabu (18/6) lalu, Agus menyebut anak dari keluarga miskin sangat berpeluang mengalami nasib serupa—yakni hidup dalam kemiskinan.
Pernyataan tersebut disampaikan Agus saat menjelaskan data yang digunakan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam menyusun program-program pemberdayaan masyarakat. Ia menekankan pentingnya peran pendidikan dalam memperbaiki taraf hidup masyarakat miskin.
“Kita sudah punya data tunggal. Sejak Indonesia Merdeka. Namanya data tunggal Sosial Ekonomi Nasional. Inpres nomor 4 tahun 2020. Nah dari data tunggal ini kemudian kita tahu alamat orang miskin di mana. Profil saudara-saudara kita yang miskin seperti apa. Jumlahnya berapa kita tahu. Jadi tidak usah khawatir karena kita by name by address,” ujar Agus di hadapan peserta kegiatan.
Agus juga mengungkap bahwa 74,51% masyarakat miskin di Indonesia hanya memiliki latar pendidikan hingga tingkat SD. Kondisi ini menurutnya menjadi hambatan utama dalam memutus rantai kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Namun, pernyataan Agus soal hubungan kemiskinan antara orang tua dan anak menjadi bagian yang paling menuai respons publik. Ia menyebut bahwa lebih dari separuh anak dari keluarga miskin akan tetap hidup dalam kondisi serupa ketika dewasa.
“Kalau orang tuanya miskin, itu anaknya sudah dipastikan miskin. Tanpa kita kemudian berbicara tentang takdir segala macam, tapi berdasarkan data. Kalau orang tuanya miskin, (maka) 64,46 persen anaknya miskin,” kata Agus.
Ucapan itu langsung mendapat respons keras dari Anggota Komisi III DPR RI sekaligus politisi Partai NasDem, Ahmad Sahroni. Melalui akun Instagram pribadinya, dilihat Netra pada Rabu (25/6/2025), Sahroni menyampaikan kekecewaan dan mempertanyakan maksud dari pernyataan Wamensos tersebut.
“Pak Wamen Maksudnya apa sih?? Bapak saya miskin tapi ga sesuai fakta yg bapak bilang. Bapak bukan tuhan yang urusan kaya miskin ditentukan sama manusia, ngawur aja bicaranya. Bapak tolong aja urusin masyarakat yg butuh bantuan makan kesehatan dan pendidikan..itu lebih penting,” tulis Sahroni dalam unggahannya.
Sahroni menilai pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan akses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial.
Menurutnya, pendekatan berbasis empati jauh lebih penting ketimbang hanya mengandalkan data statistik yang terkesan menggeneralisasi kondisi warga kurang mampu.