Netra, Jakarta – Pengadilan Perdagangan Internasional Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk membatalkan sebagian besar kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Hakim menilai kebijakan itu melebihi batas kewenangan yang dimiliki presiden.
Dalam keputusan tersebut, dinyatakan bahwa pengenaan tarif secara luas terhadap barang-barang dari negara mitra dagang AS tidak sesuai dengan kewenangan yang telah diatur dalam undang-undang federal.
Lembaga peradilan tersebut menegaskan bahwa Konstitusi AS memberikan hak eksklusif kepada Kongres dalam hal pengaturan perdagangan luar negeri. Oleh karena itu, penggunaan kekuasaan darurat oleh presiden untuk memberlakukan tarif dianggap tidak sah dalam konteks hukum federal yang berlaku.
“Pengadilan tidak mempertimbangkan apakah penggunaan tarif oleh Presiden merupakan langkah yang bijak atau efektif sebagai strategi negosiasi,” tulis panel yang terdiri dari tiga hakim dalam putusan mereka, yang menetapkan penghentian permanen terhadap seluruh kebijakan tarif yang diberlakukan sejak Januari 2025, seperti dilaporkan oleh Reuters, Kamis (29/5/2025).
“Alasan utama ketidaksahan ini bukan karena kebijakan tersebut dianggap tidak bijaksana atau tidak berhasil, melainkan karena hukum federal tidak memberikan otoritas untuk tindakan tersebut,” lanjut pernyataan tersebut.
Selain membatalkan tarif, para hakim juga memerintahkan agar pemerintahan Trump menerbitkan kebijakan pengganti yang sejalan dengan keputusan pengadilan dalam waktu sepuluh hari sejak putusan dijatuhkan. Tidak lama setelah keputusan diumumkan, pihak pemerintahan mengajukan banding dan menyatakan keberatan terhadap otoritas pengadilan dalam membuat keputusan tersebut.
Keputusan pengadilan itu secara khusus membatalkan tarif yang diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (International Emergency Economic Powers Act/IEEPA), yakni undang-undang yang awalnya dirancang untuk mengatasi ancaman luar biasa dalam situasi darurat nasional.
Namun, pengadilan tidak diminta untuk mengkaji tarif yang dikenakan terhadap sektor tertentu seperti otomotif, baja, dan aluminium, karena kebijakan tersebut menggunakan dasar hukum yang berbeda.
Keputusan ini langsung berdampak pada pasar keuangan. Nilai tukar dolar AS mengalami penguatan terhadap mata uang utama lainnya seperti euro, yen, dan terutama franc Swiss. Sementara itu, kontrak berjangka di Wall Street mengalami kenaikan, dan bursa saham di kawasan Asia menunjukkan lonjakan signifikan.