Netra, Jakarta – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berencana melakukan pencabutan visa secara besar-besaran terhadap mahasiswa asal China yang sedang menempuh pendidikan di negaranya. Kebijakan ini mendapat kecaman keras dari China yang menilai langkah AS tersebut tidak masuk akal.
Pengumuman pencabutan visa ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio. Ia menyatakan bahwa Amerika Serikat akan mencabut visa para mahasiswa China, termasuk mereka yang memiliki afiliasi dengan Partai Komunis China.
“Amerika Serikat akan secara agresif mencabut visa bagi mahasiswa China, terutama yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China atau yang mempelajari bidang-bidang strategis,” ujar Rubio, sebagaimana diberitakan AFP pada Kamis (29/5/2025).
“Kami juga akan melakukan revisi terhadap kriteria pengajuan visa guna memperketat pengawasan pada seluruh aplikasi visa dari Republik Rakyat China dan Hong Kong yang masuk di masa mendatang,” tambahnya.
Mahasiswa muda asal Tiongkok selama ini menjadi bagian vital di berbagai universitas di AS, yang sangat bergantung pada mahasiswa internasional yang membayar biaya pendidikan secara penuh.
Menurut laporan Reuters, jumlah mahasiswa China yang belajar di Amerika Serikat turun menjadi sekitar 277.000 pada tahun 2024, dari angka puncak sekitar 370.000 pada tahun 2019.
Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh meningkatnya ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut, serta peningkatan pengawasan dari pemerintah AS terhadap mahasiswa China tertentu.
Pemerintah Beijing mengutuk keputusan AS untuk mencabut visa pelajar asal China dengan alasan yang dianggap tidak masuk akal. China menyatakan telah menyampaikan protes resmi kepada Washington setelah pengumuman dari Menlu Rubio.
“Amerika Serikat telah membatalkan visa pelajar China tanpa alasan yang jelas dengan dalih ideologi dan alasan keamanan nasional,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, seperti dilansir AFP.
“Tiongkok menolak keras tindakan tersebut dan telah mengajukan keberatan secara resmi kepada AS,” tegasnya.
Mao menyatakan bahwa kebijakan itu sangat merugikan hak-hak serta kepentingan sah mahasiswa asal Tiongkok dan mengganggu jalannya pertukaran budaya yang normal antara kedua negara.
“Langkah diskriminatif dan politis yang dilakukan AS ini telah membuka tabir atas klaim kebebasan dan keterbukaan yang selama ini diusung Amerika Serikat, dan lebih jauh lagi, merusak reputasi internasional, citra nasional, serta kredibilitas AS sendiri,” tambahnya.