Netra, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) memulai penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk periode 2019–2022. Nilai proyek tersebut mencapai Rp 9,9 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan jahat yang melibatkan sejumlah pihak.
“Dengan cara mengarahkan kepada tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chromebook,” ujar Harli kepada wartawan di Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).
Menurut Harli, perangkat berbasis Chromebook tersebut bukan kebutuhan riil peserta didik saat itu. Bahkan, uji coba pada 2019 menunjukkan hasil yang kurang efektif.
“Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ,” tambahnya.
Harli merinci, proyek ini menyedot anggaran negara sebesar Rp 9,9 triliun, yang terdiri atas Rp 3,5 triliun dari satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK).
“Pada tanggal 21 Mei yang lalu, penyidik setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan. Maka penyidik sudah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan,” jelas Harli.
Saat ditanya apakah proyek tersebut mencakup pemberian kuota internet bagi siswa saat pandemi COVID-19, Harli belum bisa memastikan. Ia menyebut hal itu masih perlu dikaji berdasarkan struktur anggarannya.
“Nanti akan kita cek nomenklaturnya ya apakah sama atau tidak. Karena kalau kita lihat ini terkait dengan digitalisasi pendidikan. Apakah itu termasuk pemberian kuota, tapi kalau yang kita baca sejauh ini, sepertinya ini terkait dengan pengadaan Chromebook,” pungkasnya.