Netra, Jakarta – Irjen Mohammad Iqbal resmi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPD RI. Kenaikan pangkatnya menjadi Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) dikukuhkan dalam Upacara Korps Rapor yang dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Rupattama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (23/5/2025).
Acara berlangsung di Ruang Rapat Utama (Rupattama) Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam pernyataannya, Iqbal menyampaikan komitmennya menjaga profesionalisme Polri dalam penugasan barunya di lembaga legislatif.
“Saya akan terus menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme dan integritas Polri dalam setiap tugas, termasuk dalam peran saya di DPD RI. Amanah Kapolri untuk mengawal agenda Asta Cita Presiden, dalam penugasan di DPD tentu memperkuat reformasi birokrasi,” ujar Iqbal.
Ia juga menegaskan tekadnya memperkuat peran DPD RI dalam menyerap aspirasi daerah serta mendorong kolaborasi lintas lembaga.
“Kami akan memperkuat fungsi DPD RI sebagai representasi daerah dan memastikan aspirasi senator serta konstituen terakomodasi dengan baik,” ucapnya.
Menurut Iqbal, pembangunan nasional membutuhkan sinergi berbagai pihak.
“Kami berkomitmen untuk menjembatani hal ini dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Komjen Iqbal yang juga pernah memimpin Polda Nusa Tenggara Barat menekankan pentingnya kedisiplinan dan pelayanan prima dalam setiap penugasan, termasuk di lingkungan DPD RI.
“Pelayanan kepada senator dan masyarakat adalah bentuk nyata dari amanah Kapolri yang harus kami jaga dengan baik,” tambahnya.
Iqbal hadir dalam upacara tersebut didampingi istrinya, Nindya Mohammad Iqbal.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menilai penempatan Iqbal sebagai Sekjen DPD RI sejalan dengan mandat reformasi Polri sebagaimana tercantum dalam TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000.
“Secara khusus Memorie van Toelichting TAP MPR tersebut memberikan moral call pentingnya Polri melakukan peran pelayanan publik pada masyarakat dengan karakter sipil secara profesional dan sesuai kebutuhan masyarakat,” jelas Rudianto.
Ia menambahkan, amanat konstitusi dalam Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945 menegaskan tugas Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat serta penegak hukum, yang juga menjadi dasar hukum lahirnya UU Polri.
Penempatan Iqbal, kata Rudianto, perlu dilihat dari aspek filosofis dan regulatif. “Ini bukan hal baru. Selama penugasan tersebut sesuai dengan kebutuhan lembaga dan mendukung sinergi antar-institusi, maka secara hukum sah dilakukan,” tegasnya.
Rudianto merujuk pada Pasal 28 Ayat (2) dan (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang membuka ruang penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian selama relevan dengan tugas Polri dan atas penugasan Kapolri.
Ia menekankan tafsir autentik dari pasal tersebut menyebut bahwa jabatan di luar kepolisian yang tidak memiliki kaitan dengan fungsi Polri harus dijabat oleh anggota yang sudah pensiun. Namun jika penugasannya masih sejalan dengan tugas pokok dan fungsi kepolisian, maka hal itu sah dilakukan.
“Artinya, berdasarkan tafsir autentik dengan logika hukum a contrario, jika jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan tugas dan fungsi Kepolisian dan/atau berdasarkan penugasan Kapolri, hal tersebut dapat dilakukan terhadap perwira tinggi polisi aktif selama berdasarkan penugasan Kapolri dan relevan dengan tugas dan fungsi Kepolisian sebagaimana mandat Konstitusi Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang didasarkan pada kebutuhan lembaga dan semangat sinergi antar institusi untuk meningkatkan pencapaian tujuan bernegara,” papar Rudianto.