Netra, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi dunia akan terus dibayangi ketidakpastian. Ia mengatakan saat ini sedang terjadi persaingan dan perang ekonomi, perang dagang, hingga perang militer antar negara.
“Dunia akan terus dibayangi ketidakpastian akibat persaingan dan perang ekonomi, perang dagang, perang keuangan dan bahkan perang militer antar negara,” kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III, Selasa (20/5/2025).
Sri Mulyani menuturkan perang dagang yang terjadi terus meningkat serta ketidakpastian arah kebijakan ekonomi dunia telah memperburuk situasi perekonomian global yang sudah rapuh sejak awal tahun. Jika melihat perbandingan dengan data di triwulan yang sama tahun lalu, beberapa negara sudah mulai mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi di triwulan I tahun ini.
“Korea Selatan mengalami kontraksi 0,1% year on year, ini adalah pertama kali sejak COVID tahun 2020 terjadi. Malaysia yang pada triwulan IV-2024 sempat tumbuh 4,9%, pada triwulan I-2025 hanya tumbuh 4,4%. Singapura yang menjadi hub dari perdagangan dan investasi global mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan dari triwulan sebelumnya tumbuh 5% menjadi hanya 3,8% year on year,” bebernya.
Menurut Sri Mulyani, adanya perubahan dalam dinamika globalisasi serta semangat kerja sama antar negara sehingga menghasilkan fragmentasi dan persaingan sengit di semua segi. Mengenai Blok kesepakatan perdagangan dan investasi yang sudah dibangun antar negara, ia menyebut telah ditinggalkan dan tidak lagi dihormati.
“Proteksionisme dan orientasi inward looking serta prinsip my country first telah mengancam dan menghancurkan kerja sama bilateral dan multilateral yang merupakan tatanan global sejak pasca Perang Dunia II yang dibangun dan dominasi oleh negara-negara Barat dalam hal ini Amerika Serikat,” tuturnya.
Lebih lanjut, situasi ini menciptakan gangguan rantai pasok global yang menjadi andalan dan fondasi bagi sistem ekonomi. Volatilitas dan ketidakpastian global saat ini turut berkontribusi melemahkan kegiatan ekspor-impor.
Aliran modal keluar (capital outflow) yang terjadi dapat mengancam stabilitas nilai tukar sehingga meningkatkan tekanan inflasi dan menyebabkan suku bunga menjadi tinggi.
Sri Mulyani juga menyebut adanya kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mengingatkannya pada kondisi 125 tahun lalu. Menurutnya, saat kondisi seperti ini peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dapat menjadin medium negosiasi dispute/persengketaan dagang antar negara secara de facto, namun hal ini tidak berjalan.
“Kebijakan pengenaan tarif resiprokal oleh AS kepada 145 negara mitra dagangnya yang diumumkan Presiden Trump pada 2 April 2025, dapat dibandingkan atau setara dengan tingkat tarif ekstrem tinggi yang dilakukan AS 125 tahun lalu. Jarum sejarah dunia seakan berputar balik mundur satu abad ke belakang di AS, atau bahkan mundur ke abad 16-18 sewaktu kebijakan Merkantilisme mendominasi dunia. Situasi ini memicu berbagai perubahan tatanan sosial, politik dan ekonomi di berbagai negara,” pungkasnya.