Netra, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengkritik usulan legalisasi kasino sebagai sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sempat disampaikan salah satu anggota DPR dalam Rapat Komisi XI. Meskipun usulan itu telah diklarifikasi dan tidak menjadi keputusan resmi, Hidayat menilai gagasan tersebut tetap perlu dikoreksi agar tidak kembali muncul di masa depan.
Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak permohonan serupa, dan putusan tersebut bersifat final serta mengikat. Menurutnya, usulan semacam ini bertentangan dengan dasar konstitusi negara.
Secara filosofis, lanjut Hidayat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 mengusung prinsip negara hukum yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD dan nilai-nilai Pancasila. Hal ini diperkuat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945.
“Perjudian dalam segala jenisnya termasuk kasino dan judi online (judol) jelas ditolak dan bertentangan dengan nilai-nilai konstitusional tersebut,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
Ia menambahkan bahwa MK telah menolak legalisasi perjudian dalam uji materi terhadap KUHP dan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Menurutnya, pertimbangan MK menegaskan bahwa perjudian bertentangan dengan nilai moral, ajaran agama, serta ketertiban umum yang dijamin dalam konstitusi.
Ia menyebut bahwa alasan yang digunakan dalam permohonan uji materi waktu itu mirip dengan dalih yang kini disampaikan, yakni perjudian dianggap sebagai tradisi dan bisa menjadi sumber pemasukan negara.
Namun, dua argumen tersebut telah ditolak melalui Putusan MK Nomor 21/PUU-VIII/2010 pada 2011. Pertama, karena berjudi dipandang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Kedua, meskipun potensi keuangannya besar, bukan berarti negara dapat membenarkan legalisasi perjudian hanya demi pemasukan.
“Itu bunyi pertimbangan penolakan MK yang keputusannya final dan mengikat itu. Maka semestinya pemerintah didukung untuk mencari pemasukan tambahan hanya dari sumber yang legal, bukan dari yang ilegal dengan melontarkan ‘wacana’ melegalkan judi (kasino) yang jelas telah ditolak dan dinilai tidak legal oleh MK,” katanya.
Menurut Hidayat, Indonesia adalah negara hukum dengan sistem perundang-undangan yang berbeda dari negara lain. Karena itu, warga negara Indonesia seharusnya mematuhi hukum nasional yang berlaku.
“Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai WNI menaati hanya hukum yang berlaku di Indonesia, bukan yang lain. Memang penting anggota DPR membantu memikirkan penambahan pendapatan negara di luar pajak, tapi usaha untuk meningkatkan penerimaan negara tidak dilakukan dengan sumber yang dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar DPR fokus pada upaya yang legal dan konstitusional, seperti menyukseskan proyek Danantara dan mengembangkan ekonomi syariah yang telah diakui secara hukum.
Hidayat juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi sebagai langkah menyelamatkan keuangan negara. Ia menyinggung potensi kerugian negara hingga lebih dari Rp700 triliun dari kasus-kasus besar, termasuk tata niaga timah, Pertamina, dan BLBI. Selain itu, ia menggarisbawahi ancaman dari judi online yang perputaran dananya menurut PPATK mencapai Rp1.200 triliun pada 2025.
“Padahal tahun 2023 peredarannya baru mencapai Rp 327 T, dan itu menurut Menkominfo ketika itu Budi Arie Setiadi sudah menjadikan Indonesia sebagai ‘negara darurat judi online’ dengan segala dampak negatifnya baik sosial, ekonomi, moral maupun keagamaan. Sekarang dengan peredaran melonjak mendekati 4 kali lipat dan apalagi bila dilegalkan salah satu jenis judinya, bisa dibayangkan kedaruratan yang melanda Indonesia yang tidak akan membantunya hadirkan generasi emas menyongsong Indonesia Emas 2045,” paparnya.
“Karena dengan tegaknya hukum dan besarnya uang yang bisa diselamatkan dari korupsi, dan terhindarnya kerugian publik akibat judi online, itu semua bisa memberikan manfaat yang besar dan positif kepada (pemasukan) keuangan Negara yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menyatakan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam penegakan hukum dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan perjudian.
Hidayat menyebut bahwa regulasi yang ada saat ini sudah cukup untuk menangani perjudian, baik melalui KUHP maupun UU ITE, termasuk ancaman sanksi hukum bagi pelaku dan penyelenggara.
Ia pun menyinggung pernyataan Prabowo yang pernah menyebut kerugian dari judi online mencapai Rp900 triliun per tahun, dan dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
“Selain kerugian material yang besar, ada juga kerugian lain yang tidak ternilai, yakni kerugian sosial dan etika masyarakat Indonesia akibat dari perjudian,” ucapnya.
“Bila perjudian yang ilegal saja efek rusaknya bisa sangat besar bahkan menjadikan Indonesia darurat judi on line, apalagi apabila perjudian (dimulai dari kasino) tersebut malah dilegalkan. Dampak negatifnya akan jauh lebih besar dibanding ‘manfaat’ ekonomi yang mungkin ingin diraih,” imbuhnya.