Netra, Jakarta – Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menanggapi isu ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo yang sempat ramai dibicarakan publik. Ia menyarankan agar pemilik ijazah menunjukkan dokumen aslinya guna meredam polemik yang terus berkembang.
Pernyataan itu disampaikan Megawati dalam sambutannya saat peluncuran buku Pengantar Pemahaman Konsepsi Dasar Sekitar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025). Ia mengawali dengan menceritakan pengalamannya saat pertama kali bertugas di BRIN yang menaungi ribuan peneliti.
“Saya mesti cerita sedikit pengalaman kenapa Pak Bambang Kesowo nulis (buku) sebegini tebalnya. Karena ketika saya ditugasi ke BRIN ini, terus saya punya researcher itu 8.144, wah saya pusing kepala. Kan ini pasti orang pintar semua ini. Wah, tapi saya tidak mau kalah. Saya suruh Pak Handoko, saya suruh ditesting dengan ilmu psikologi. Jadi IQ-nya sama EQ-nya intelligence quotient sama emotional quotient. Supaya apa? Ini benar pintar atau ngerepek ini,” kata Mega.
Dalam kesempatan yang sama, Megawati menyinggung soal ramai-ramai tudingan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Jokowi. Ia menilai polemik semacam itu bisa diselesaikan dengan menunjukkan bukti secara terbuka.
“Yo orang banyak kok sekarang gonjang-ganjing urusan ijazah, bener opo nggak?” ujarnya.
Megawati menilai, bila dokumen ijazah memang sah, seharusnya tak perlu ada keraguan untuk menunjukkan ke publik demi mengakhiri perdebatan.
“Ya kok susah amat ya, kan kalau di ijazah betul gitu, kasih aja, ‘ini ijazah saya’ gitu loh,” ucapnya.
Megawati kembali membahas pengalamannya mengelola para peneliti di BRIN. Ia mengaku sempat kewalahan menghadapi kalangan intelektual dan bingung ketika diminta membuat tesis, hingga akhirnya berkonsultasi dengan berbagai pihak.
“Nah, dengan demikian, nah ini kan saya pusing ya ngurusi orang pintar-pintar ya. Terus waktu saya pertama kali ketemu, pasti kan pikiran orang pintar itu kan wah suka menuju kemana. Kadang melayang-layang. Jadi Saya juga mesti memperkenalkan dong, saya sendiri juga bingung sebetulnya. Kenapa, loh tapi saya punya bukti. Jadi kata orang profesor saya 3, lalu doktor honoris causa saya 11, masih nunggu lagi 4, makanya saya bilang loh, saya kok bingung lah kok saya profesor aja 3,” tuturnya.
“Lah tapi bingungnya saya kan, apa itu namanya, mesti tesis lah, mesti apa segala ya. Nah, saya jadi banyak tanya dulu dong sama orang pintar-pintar. Saya terima apa tidak, Oh itu penghormatan Bu, Apalagi kalau dari luar. Oh gitu toh, itu sudah lebih katanya sama orang yang sekolah membuat untuk disertasi. Oh gitu ya, ya saya terima saja,” imbuhnya.