Netraedu, Jakarta – Konklaf kembali menjadi sorotan dunia pada tahun 2025 setelah wafatnya Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang dikenal karena kesederhanaan, pesan perdamaian, dan reformasi sosialnya. Wafatnya Paus asal Argentina ini menandai akhir dari satu dekade penuh warna dalam kepemimpinan Vatikan dan membuka babak baru melalui pemilihan Paus penggantinya.
Konklaf bukanlah proses biasa. Ini adalah peristiwa penting dalam Gereja Katolik ketika para kardinal dari seluruh dunia berkumpul secara tertutup untuk memilih Paus baru. Kata konklaf atau conclave berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti “dikunci dengan kunci” mencerminkan isolasi para kardinal selama pemilihan agar keputusan mereka murni dan bebas dari tekanan luar.
Sejarah konklaf resmi dimulai pada tahun 1274, ketika Paus Gregorius X menetapkan aturan ketat dalam dokumen Ubi Periculum. Aturan ini muncul setelah kekacauan pemilihan Paus sebelumnya yang berlangsung selama hampir tiga tahun (1268–1271) karena perpecahan pendapat di antara para kardinal. Warga kota Viterbo, Italia, tempat pemilihan waktu itu, sampai harus mengunci para kardinal dan mengurangi jatah makanan demi mempercepat proses.
Sejak saat itu, konklaf selalu diadakan secara tertutup, umumnya di Kapel Sistina di Vatikan. Para kardinal dikurung tanpa akses komunikasi ke dunia luar. Setiap hari, mereka memberikan suara, dan hasilnya ditunjukkan lewat cerobong asap: hitam berarti belum terpilih, putih menandakan Paus baru telah terpilih.
Sebelum wafatnya pada tahun 2025, Paus Fransiskus adalah Paus ke-266, terpilih pada 13 Maret 2013 setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI peristiwa langka yang terakhir terjadi pada tahun 1415. Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio, adalah Paus pertama dari Amerika Latin dan anggota ordo Jesuit pertama yang menjabat sebagai Paus.
Setelah wafatnya Paus Fransiskus, para kardinal pemilih yang berjumlah sekitar 120 orang (berusia di bawah 80 tahun) berkumpul kembali di Kapel Sistina untuk melakukan konklaf. Suasana duka dan harap-harap cemas menyelimuti Vatikan dan seluruh umat Katolik. Seperti biasa, dunia menunggu tanda asap putih dari cerobong simbol bahwa pemimpin baru Gereja telah ditentukan.
Pemilihan Paus baru ini tidak hanya menjadi kelanjutan tradisi berusia lebih dari tujuh abad, tetapi juga cermin dari bagaimana Gereja Katolik menanggapi tantangan zaman, dari perubahan iklim, krisis kemanusiaan, hingga hubungan antaragama. Identitas Paus baru yang terpilih pada 2025 membawa harapan baru bagi umat Katolik sedunia.
Meskipun dunia terus berubah, konklaf tetap menjadi simbol kesetiaan Gereja terhadap tradisi spiritual yang mendalam. Dari ruang tertutup di Vatikan, keputusan besar tentang masa depan gereja terus diambil dengan harapan dan doa dari umat di seluruh penjuru dunia.