Netraworld, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas kegagalan tercapainya perdamaian dengan Rusia. Ia mengkritik keras sikap Zelensky yang menolak menerima pendudukan Rusia di Krimea.
Trump menyebut penolakan tersebut sebagai penghambat utama dalam mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina.
“Saya pikir kita memiliki kesepakatan dengan Rusia. Kita harus mendapatkan kesepakatan dengan Zelensky,” kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari AFP, Kamis (24/4/2025).
Ia juga menyebut proses negosiasi terhambat karena sikap Zelensky yang dinilai lebih keras dari yang diperkirakan.
“Saya pikir akan lebih mudah untuk berurusan dengan Zelensky. Sejauh ini lebih sulit,” imbuhnya.
Trump menambahkan bahwa kesediaan Ukraina untuk menerima persyaratan yang diajukan AS akan mempercepat berakhirnya perang. Namun sebaliknya, penolakan tersebut justru memperpanjang konflik.
“Tidak akan menghasilkan apa-apa selain memperpanjang ‘medan pembantaian’,” ujar Trump.
Sebelum pernyataan itu, Wakil Presiden AS JD Vance lebih dulu memaparkan secara terbuka visi perdamaian versi Washington. Dalam usulan tersebut, Rusia akan tetap menguasai sebagian besar wilayah Ukraina yang telah diduduki, termasuk Krimea.
Zelensky menolak rencana itu karena dianggap melanggar konstitusi Ukraina.
Penolakan tersebut kemudian memicu kemarahan Trump. Dalam unggahan di media sosial Truth Social, ia menyampaikan kritik tajam terhadap Presiden Ukraina.
“Zelensky bisa mendapatkan Perdamaian atau, ia bisa berjuang selama tiga tahun lagi sebelum kehilangan seluruh Negara,” tulis Trump.
Trump juga menyampaikan bahwa Krimea, yang menjadi markas penting angkatan laut Rusia sejak era Soviet, seharusnya tidak lagi menjadi pokok pembahasan.
Menanggapi hal itu, Zelensky mengunggah kembali “Deklarasi Krimea” tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, Mike Pompeo. Dokumen tersebut menegaskan bahwa Amerika Serikat menolak upaya Rusia untuk mencaplok Krimea.
Sementara itu, Vance menyampaikan bahwa kesepakatan damai yang ditawarkan AS akan membekukan batas wilayah sesuai kondisi saat ini.
“Ukraina dan Rusia sama-sama harus menyerahkan sebagian wilayah yang saat ini mereka miliki,” kata Vance saat kunjungan ke India.
Namun, ia tidak menjelaskan wilayah mana yang harus ditinggalkan Rusia. Negara itu diketahui mencaplok Krimea pada 2014 dan melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 2022.
Vance menegaskan bahwa keputusan harus segera diambil oleh kedua pihak.
“Sudah saatnya bagi Moskow dan Kyiv untuk mengatakan ‘ya,’ atau Amerika Serikat meninggalkan proses ini,” pungkasnya.