Netra, Jakarta – Mantan kader PDIP sekaligus terpidana kasus suap, Saeful Bahri, disebut meminta uang sebesar Rp 2,5 miliar kepada Harun Masiku guna memperlancar proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Uang tersebut disebut-sebut akan diberikan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sekjen DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal itu diungkapkan pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah, saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Donny mengaku sempat terkejut saat ikut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 terkait dugaan suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
“Ya justru saya surprise, ketika saya di OTT, ditangkap, diamankan, ada Bu Tio (Agustiani Tio Fridelina eks anggota Bawaslu) di situ,” ujar Donny di persidangan.
Dalam pemeriksaan, jaksa mendalami aliran dana yang diduga digunakan untuk memuluskan proses PAW Harun Masiku. Donny menjelaskan bahwa Saeful Bahri sempat menghubunginya dan mengaku akan meminta dana kepada Harun.
“Saeful telepon saya, saya ingat saya tugas teknis itu hanya mengantarkan surat dan melobi, tiba-tiba Saeful telepon saya, nanti aku mintakan duit kepada Harun,” kata Donny.
Menurut Donny, Saeful menetapkan angka Rp 2,5 miliar untuk memperlancar proses tersebut. Uang itu rencananya akan dibagi kepada sejumlah pihak.
“Sekitar Rp 2,5 M biayanya, saya masih ingat, Rp 1,5 M buat KPU, Rp 1 M buat Sekjen DPR, Rp 1 M buat Sekjen Kemendagri,” ujarnya.
Donny mengaku terkejut saat mendengar nominal tersebut, namun tidak bisa berbuat banyak. Ia menyampaikan keberatannya dengan cara tersirat.
“Saya bilang. Saya kaget, karena itu overlap, cuma saya tidak bisa apa-apa, saya hanya bisa jawab, ‘jangan dipatok dulu’, maksud saya ada kalimat saya, jangan dipatok dulu, maksud saya loh kok jadi main duit gitu. Nah, ‘udah gampang’ (kata Saeful), terus saya bilang, ‘ya sudah buat saya mana?’, sengaja saya buat kayak gitu, kalau sampai habis segitu, yang penting kasih saya sebagai lawyers fee,” ucapnya.
Ketika jaksa menyinggung permintaan uang oleh Wahyu Setiawan, Donny membenarkan bahwa informasi itu dia dapat dari Saeful.
“Saeful ke saya sempat WA, ya saya pasif saja, karena tugas saya kan memang untuk, ya terserah lu deh yang penting, kapan presentasiku, aku sudah menyiapkan langkah hukumnya,” ucap Donny.
Dalam proses itu, Donny juga mengaku diminta mengurus fatwa Mahkamah Agung yang akan digunakan KPU. Fatwa tersebut berkaitan dengan mekanisme PAW jika ada anggota legislatif yang meninggal atau mengundurkan diri.
Donny juga pernah berasumsi bahwa dana suap berasal dari Hasto Kristiyanto, setelah staf Hasto, Kusnadi, memberinya uang Rp 400 juta untuk mendukung pencalonan Harun.
“Nah atas kalimat Kusnadi itu saya WA Saeful, saya mau WA Saeful, di WA saya ada saya menyebut sekjen, ini ada uang 400 dari Sekjen, 600-nya Harun. Kenapa saya bilang gitu? Saya ingat Wahyu pernah minta Rp 1 M sehingga di otak saya kalau ada ini 400 dari Kusnadi, 600 nya berarti Harun dong. Di otak saya asumsinya mas Kus itu staf nya mas Hasto sekjen, saya asumsi saja,” ujar Donny.
Namun, ia kemudian menyimpulkan bahwa dana tersebut berasal dari Harun Masiku. Ia berdalih bahwa jika uang itu datang dari Hasto, pasti ada komunikasi resmi antara mereka.
“Begini pak saya tambahkan, saya dan Mas Hasto itu komunikasinya tertib, mohon izin. Di WA, saya dengan mas Hasto itu lengkap. Kalau mau mas Hasto memerintahkan uang itu, tentu ada WA, ada telepon, itu tidak ada sehingga saya tidak berani, dan saya yakin itu dari Harun, dan pasti Harun. Kenapa? Karena pada saat uang itu masuk ke saya, tidak ada perintah apapun ke sekjen, tidak ada komunikasi apapun. Berarti dari Harun, di otak saya begitu,” katanya.
Saat ditanya jaksa mengenai bentuk uang Rp 400 juta tersebut, Donny menjawab:
“Ya di WA tuh lengkap, Saeful nanya, itu 400 nya sing (dollar Singapura) atau rupiah, tunggu saya buka dulu, baru saya buka tas itu, ternyata bentuk rupiah, pecahan Rp 50 ribu seingat saya,” ujarnya.
Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi penyidikan KPK terhadap Harun Masiku yang masih berstatus buron sejak 2020. Hasto disebut menyarankan Harun agar merendam ponselnya dan bersembunyi di kantor DPP PDIP saat OTT dilakukan KPK.
Tindakan tersebut disebut memfasilitasi pelarian Harun. Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta agar Harun bisa ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019–2024 lewat mekanisme PAW.
Dalam dakwaan, Hasto disebut melakukan perbuatan itu bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny kini telah berstatus tersangka, Saeful divonis bersalah, dan Harun masih buron.