Netra, Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Rini Widyantini menyatakan pemerintah belum mengambil sikap terkait wacana revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Ia menegaskan usulan perubahan tersebut merupakan inisiatif dari DPR.
“Kan itu inisiatif dari DPR, kami tentunya menunggu dari DPR, pemerintah menunggu ya, karena kita belum ada usulan. Jadi materinya juga saya belum tahu begitu, jadi bisa ditanyakan ke Komisi II atau Baleg,” jelas Rini di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
Rini juga menanggapi wacana sentralisasi kewenangan pemerintah pusat dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat eselon II ke atas. Menurutnya, isu tersebut berkaitan erat dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, sehingga perlu kajian yang lebih menyeluruh.
“Sentralisasi kita belum lihat karena kan kalau masalah sentralisasi kaitannya dengan UU pemda. Jadi kita harus melihat secara komprehensif dari UU pemdanya,” ujar Rini.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan revisi UU ASN kembali dibahas sebagai bagian dari evaluasi pemilu. Ia menyoroti masih maraknya ketidaknetralan ASN, terutama dalam pelaksanaan pilkada.
“Dari pelaksanaan pileg, pilpres, dan pilkada dalam konteks ASN, kita menemukan banyak sekali ketidaknetralan ASN, terutama dalam pilkada kita. Kenapa? Karena ASN di daerah, terutama eselon II para kepala dinas, sekda. Di satu sisi, dituntut untuk netral, di sisi yang lain, mereka harus dalam tanda kutip menunjukkan loyalitasnya kepada para kepala daerah,” kata Rifqinizamy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/4).
Ia menambahkan prinsip meritokrasi dalam pengisian jabatan ASN di daerah belum berjalan optimal. Menurutnya, banyak individu dengan kualifikasi mumpuni yang tidak mendapat kesempatan untuk berkembang karena faktor non-profesional.
Sebagai respons atas situasi itu, muncul gagasan agar kewenangan pengangkatan dan pemberhentian pejabat eselon II ke atas dialihkan ke pemerintah pusat. Rifqinizamy menilai wacana tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi.
“Nah, karena dua hal inilah, kemudian ada pikiran untuk menarik pengangkatan pemberhentian, termasuk mutasi eselon 2 ke atas, itu dilakukan oleh pemerintah pusat,” tuturnya.
“Dan hal ini menurut pandangan kami tidak salah, karena dalam ketentuan konstitusi, kekuasaan tertinggi terkait dengan pemerintahan itu ada di tangan Presiden dan dalam konteks aparatur negara,” imbuhnya.