Netranomics, Jakarta – Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (RI) memberikan tanggapan terkait peringatan yang dilayangkan China kepada negara-negara yang tengah melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi merugikan kepentingan China, yang mengancam akan mengambil tindakan balasan terhadap negara-negara yang terlibat jika kebijakan tersebut terbukti merugikan mereka.
Dalam keterangan yang disampaikan pada Senin (21/4/2025), Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI, Djatmiko Bris Witjaksono, memastikan Indonesia akan tetap melanjutkan aktivitas perdagangan dengan mitra-mitra dagangnya, baik itu dengan AS maupun China, meskipun situasi perang dagang antara kedua negara semakin memanas.
“Kami akan tetap menjalankan kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra kami seperti biasa. Kami tidak akan mengambil tindakan balasan,” ujar Djatmiko saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.
Mengenai ancaman balasan dari China terhadap negara-negara yang terlibat dalam negosiasi dengan AS, Djatmiko menegaskan bahwa Indonesia dan China berpegang pada prinsip perdagangan multilateral, dengan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing negara dalam hubungan dagang internasional.
“Saya rasa Indonesia dan China sama-sama menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdagangan multilateral dan saling menghormati hak serta kewajiban negara masing-masing,” kata Djatmiko.
Dia pun menambahkan, Indonesia tidak bisa berspekulasi mengenai perkembangan yang akan terjadi, namun pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga kelancaran kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra dagangnya. “Jika ada isu terkait hal tersebut, kami akan menyelesaikannya melalui jalur diplomasi,” ujar Djatmiko.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan China mengeluarkan peringatan tegas, menyatakan bahwa mereka akan memberikan balasan terhadap negara-negara yang melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif AS yang dinilai merugikan kepentingan China. Pernyataan tersebut menanggapi rencana Presiden AS Donald Trump yang ingin menggunakan kebijakan tarif untuk menekan mitra dagang AS agar membatasi hubungan mereka dengan Tiongkok.
“Tiongkok dengan tegas menentang pihak mana pun yang membuat kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan Tiongkok. Jika hal itu terjadi, Tiongkok tidak akan menerimanya dan akan mengambil tindakan balasan yang setimpal,” ujar Kementerian Perdagangan Tiongkok, dilansir dari CNBC, Senin (21/4/2025).
Dalam pernyataan tersebut, China juga menilai bahwa kebijakan tarif AS terhadap mitra dagangnya selama ini cenderung disalahgunakan dengan dalih kesetaraan. AS dipandang memaksa negara-negara untuk melakukan negosiasi tarif resiprokal. China memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut, perdagangan internasional bisa kembali ke situasi “hukum rimba.”
Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa China tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua negara secara adil, sambil membela kejujuran dan keadilan dalam perdagangan internasional.
Sebagai respon terhadap kebijakan tarif AS, China memberlakukan tarif 125% terhadap sejumlah barang impor dari AS dan membatasi ekspor mineral penting. Selain itu, Beijing juga memasukkan sejumlah perusahaan kecil AS ke dalam daftar hitam, membatasi kerjasama mereka dengan perusahaan Tiongkok.
Pada kunjungan luar negeri pertamanya di tahun 2025, Presiden Tiongkok Xi Jinping bertemu dengan para pemimpin Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, menyerukan kerja sama untuk menanggapi kebijakan tarif dan penindasan sepihak.
Meski demikian, AS tetap menjadi mitra dagang terbesar bagi China, meskipun perdagangan China dengan negara-negara Asia Tenggara kini semakin meningkat. Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan Tiongkok juga mengganti kepala negosiator perdagangan internasionalnya, menunjuk Li Chenggang, yang sebelumnya merupakan Duta Besar Tiongkok untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China juga telah mengajukan gugatan ke WTO atas kenaikan tarif terbaru yang diberlakukan oleh AS.