Netra, Jakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel), Wahyunoto Lukman, bersama seorang pihak swasta dari PT EPP berinisial SYM, sebagai tersangka kasus korupsi dalam pengelolaan dan pengangkutan sampah senilai Rp 75,9 miliar pada 2024. Keduanya diduga telah bersekongkol untuk memanipulasi proses tender dan membuat seolah-olah PT EPP mampu menangani pengelolaan sampah di wilayah Tangsel.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, mengungkapkan bahwa PT EPP pada awalnya hanya berfokus pada kegiatan pengangkutan sampah. Namun, Wahyunoto meminta agar SYM memodifikasi perusahaan tersebut sehingga terdaftar dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sebagai perusahaan yang dapat mengelola sampah.
“Dalam rangka mempersiapkan pengadaan pekerjaan agar PT EPP bisa memenangkan tender, WL telah bersekongkol dengan SYM,” ujar Rangga kepada wartawan pada Selasa (15/4/25).
Tender senilai Rp 75,9 miliar kemudian dibagi menjadi dua bagian: Rp 50,7 miliar untuk anggaran pengangkutan sampah, dan Rp 25,2 miliar untuk pengelolaan sampah. Setelah itu, kedua tersangka membentuk sebuah perusahaan, CV Bank Sampai Induk Rumpintama (BSIR), dengan Wahyunoto menunjuk Sulaeman, seorang tukang kebunnya, sebagai direktur operasional dan Agus Syamsudin sebagai direktur utama. Kesepakatan ini terjadi pada Januari 2024 di Cibodas, Rumpin, Bogor.
Rangga menjelaskan bahwa CV BSIR dirancang untuk menjadi subkontraktor dalam pengelolaan sampah, meskipun baik perusahaan tersebut maupun PT EPP tidak memiliki pengalaman atau kapasitas untuk menangani pengelolaan sampah yang sesuai dengan regulasi.
“Karena PT EPP tidak memiliki kapasitas dan pengalaman dalam pengelolaan sampah,” jelasnya.
Akibatnya, kedua perusahaan yang tidak berkompeten tersebut justru mencari solusi dengan membuang sampah ke lokasi ilegal. Wahyunoto dan Zeky Yamani, mantan ASN di Pemkot Tangsel, berperan aktif dalam memilih lokasi pembuangan sampah ilegal di sejumlah tempat, seperti di Rumpin, Kabupaten Bogor, Gintung dan Jatiwaringan di Kabupaten Tangerang, serta Cilincing di Bekasi.
“Tersangka WL bersama Zeky Yamani aktif dalam menentukan lokasi-lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria tempat pemrosesan akhir (TPA),” ungkap Rangga.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penyidikan Kejati Banten, Himawan, mengungkapkan bahwa lokasi-lokasi ilegal tersebut termasuk lahan pribadi di beberapa desa, seperti di Desa Cibodas dan Sukarasi, Rumpin, Bogor, serta di Gintung, Jatiwaringan, dan Cilincing.
“Lahan-lahan ini bukanlah milik pemerintah, melainkan lahan pribadi yang pemiliknya bersedia menjadikan tempat tersebut untuk pembuangan sampah,” jelas Himawan.
Pemkot Tangsel dan PT EPP kemudian membuang sampah ke lahan kosong dengan metode open dumping, yang bertentangan dengan regulasi yang ada mengenai pengelolaan sampah.
“Itu sudah tidak diperkenankan lagi, kurang lebih,” kata Himawan.
Pembuangan sampah ilegal ini menimbulkan keluhan dari warga setempat, terutama di desa Gintung, yang mengeluhkan pencemaran akibat sistem pembuangan yang tidak memenuhi standar TPA yang seharusnya.
“Warga di desa Gintung mengeluhkan karena terjadi pembuangan sampah ilegal, sementara untuk TPA sendiri ada kriteria-kriteria yang diatur dalam peraturan menteri,” pungkasnya.