Netranomics, Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal China menjadi 145%, meningkat dari sebelumnya 125%. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk menekan defisit perdagangan dengan negara tersebut.
Dilansir dari Bloomberg, kebijakan tarif ini juga disebut sebagai bentuk balasan dari Washington atas tindakan serupa yang sebelumnya dilakukan oleh Beijing. Kenaikan tarif ini merupakan akumulasi dari pungutan 20% yang telah diterapkan sejak Februari, khusus untuk perdagangan fentanil.
Beberapa komoditas China lainnya, termasuk bahan baku untuk panel surya, telah lebih dulu dikenai bea masuk. Trump mengakui bahwa pemberlakuan tarif ini bisa memunculkan sejumlah kendala dalam proses transisi perdagangan.
“Akan ada biaya transisi dan masalah transisi, tetapi pada akhirnya semuanya akan menjadi hal yang indah. Kami dalam kondisi yang sangat baik,” kata Trump, dikutip dari Bloomberg, Jumat (11/4/2025).
Presiden Trump juga menyampaikan optimisme bahwa China pada akhirnya akan bersedia berunding. Ia menunjukkan keterbukaan untuk memberikan pengecualian tarif kepada negara atau perusahaan tertentu, termasuk untuk tarif minimum sebesar 10% yang ditetapkan terhadap semua mitra dagang AS.
“Beberapa negara, kita memiliki defisit besar dengan kita atau mereka memiliki surplus besar dengan kita, dan yang lain tidak seperti itu jadi itu tergantung,” ujarnya.
Trump juga mengisyaratkan bahwa hambatan non-tarif bisa saja dihapuskan, bahkan untuk negara-negara yang mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS. Meski demikian, ia menegaskan bahwa tarif timbal balik dalam jumlah signifikan akan kembali diberlakukan jika negosiasi dalam tiga bulan ke depan tidak menghasilkan kesepakatan yang memuaskan.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menegaskan bahwa negara yang menolak berunding tidak akan mendapatkan keringanan tarif. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Trump.
“Tidak akan pernah mereka buat jika bukan karena langkah Presiden,” tegasnya.
Di sisi lain, pasar saham AS mengalami tekanan akibat kebijakan ini. Indeks S&P500 tercatat turun lebih dari 6%, sebelum akhirnya memangkas kerugian setelah investor merespons dinamika sentimen pasar yang berubah dari euforia menjadi kekhawatiran atas potensi perang dagang.
Meski demikian, pemerintahan Trump tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. Sehari sebelumnya, bursa saham global sempat menguat usai pengumuman penundaan tarif.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan harga minyak juga menurun, disertai penjualan obligasi dan angka inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi.
“Lihat, naik dua turun satu bukanlah rasio yang buruk. Tidak melihat sesuatu yang tidak biasa hari ini,” ujar Bessent.
Bessent dijadwalkan ikut serta dalam pembahasan tarif tiga bulan mendatang bersama Presiden Trump. Diskusi ini juga akan melibatkan Departemen Perdagangan AS serta Perwakilan Dagang AS.
“Kami akan mencapai titik yang sangat pasti dalam 90 hari ke depan terkait tarif,” pungkasnya.