Netra, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengungkap sejumlah ciri khas uang palsu hasil produksi ‘pabrik’ di Bubulak, Bogor, Jawa Barat yang berhasil dibongkar Polsek Metro Tanah Abang. BI turut memberikan penjelasan terkait ciri-ciri fisik uang palsu yang ditemukan, yang disebut memiliki kualitas jauh di bawah standar uang asli.
“Dari penelitian kami, kami lihat, kualitas dari uang rupiah ini, kualitas yang rendah. Artinya apa? Secara kasatmata bisa kita identifikasi dengan metode 3D, dilihat, diraba, diterawang,” ujar Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Aswin Kosotali, saat konferensi pers di Polsek Metro Tanah Abang, Kamis (10/4/2025).
Menurut Aswin, salah satu tanda mencolok yang membedakan uang palsu dengan uang asli adalah tidak adanya efek perubahan warna atau color shifting, khususnya pada bagian perisai BI. Padahal, uang asli seharusnya menunjukkan perubahan warna saat dilihat dari sudut tertentu.
Dari sisi tekstur, lanjut Aswin, uang palsu tersebut juga tidak memiliki kekasaran pada elemen blind code yang biasanya bisa dirasakan dengan jari.
“Kemudian dari diraba, dari blind code, blind code itu adalah kode yang untuk tunanetra juga tidak terasa kasar,” lanjutnya.
Aswin juga menyoroti kurangnya fitur keamanan lain pada uang palsu tersebut. Saat diterawang, watermark yang seharusnya tampak berdimensi terlihat datar, dan gambar saling isi tidak presisi seperti pada uang asli.
“Kemudian diterawang, watermark-nya juga terlihat datar tidak memiliki dimensi. Kalau uang yang asli ada dimensinya, diterawang. Terus dari gambar saling isi, itu tidak presisi. Itu yang memang susah, karena kalau yang asli itu pasti akan presisi dan membentuk logo BI, dan ini tidak presisi,” tuturnya.
Sementara itu, Kapolsek Metro Tanah Abang, Kompol Haris Akhmat Basuki, menyampaikan pihaknya telah mengamankan sebanyak 23.297 lembar uang palsu dari lokasi yang diduga sebagai tempat produksi.
“Untuk barang bukti yang berhasil kita amankan saat ini, itu sebanyak tadi ya 23.297 lembar. 23.297 lembar pecahan Rp 100 ribu uang Republik Indonesia,” kata Haris.
Ia menambahkan, jumlah tersebut belum mencerminkan total produksi uang palsu yang sesungguhnya karena ditemukan tiga dus berisi lembaran uang dalam kondisi belum dipotong.
“Karena ada sekitar tiga dus yang di dalamnya itu lembaran yang belum dipotong, yang satu lembarannya itu terpantau mencetak 6 lembar pecahan Rp 100 ribu. Nah itu detailnya itu masih satu lembar, detailnya mungkin bisa lebih dari ini,” jelasnya.
Dari hasil penyelidikan sementara, uang palsu tersebut diproduksi berdasarkan pesanan. Aparat kini tengah menelusuri lebih lanjut jumlah dan persebaran uang palsu yang telah beredar dalam enam bulan terakhir.
“Untuk produksi ini ada, karena memang adanya pesanan. Jadi bekerja berdasarkan pesanan, made by order. Misalnya mereka yaitu pesanan selalu bermula dari saudara AY yang ada di Subang,” ucap Haris.
“Tadi kami sampaikan dari awal, untuk 6 bulan terakhir produksi yang sudah dilakukan oleh DS ini, kemana saja distribusinya, nominalnya berapa saja, itu masih kita kembangkan lebih dalam,” imbuhnya.